: Puisi ini pernah diikutsertakan dalam kompetisi Nasional pada tahun 2007
Angin selalu
menggelitik poriku yang sedang menguap dalam kantuknya di tiap matahari mulai
berlikut di balik bilik awan berlumpur. Gelegar demi gelegar berteriak entah
dari sudut mana. Tak ada lajur yang menuntunnya nuju gendang telinga, mungkin
samudrapun sedang memanjat-manjat udara. Tak sampai jua. Hanya terkapar air itu
di semenanjung mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar