Minggu, 29 April 2012

Puisi-puisi Karya Wan Aditya Fadli (Sahabat SatuMataPena)

Up Date!


Abu-abu Hitam dan Putih

Aku benci abu-abu karena membuatku menjadi ragu
Kenapa kau harus ragu jika hendak menjadi hitam
Biar aku lenyap dalam pekatmu
Atau kau malu untuk menjadi putih
Putih yang dapat menuntun arahku
Ketahuilah, aku siap untuk keduanya hitam dan putih itu, tapi tidak untuk abu-abu.

Pekanbaru, 26 februari 2012
 

Aku Telah Mempersiapkan Puisi Ini Untuk Mu Jika

ilustrasi
Abu-abu yang tidak kusukai kau ubah menjadi hitam
Lalu perlahan aku lenyap dalam pekatnya hitam
Tidakkah kau mengerti aku mencintai mu bukan karena paras indahmu
Tapi aku mencintaimu tanpa bisa mengurai alasan mengapa, kenapa.
Tidakkah kau sadar  bahwa kau membuat rasa ini mengapung
Jika saja jawabannya sama, mengapa aku harus menunggu?
Bila kau hanya mematahkan hatiku, kenapa meski datang?
Untuk melihat penderitaanku kah?
37 hari ku tunggu jawabanmu, percayalah itu lebih sakit dari pada patah hati
Masih pantaskah aku mencintaimu?
Tentu saja, karena aku mencintaimu tanpa alasan
Maka tidak ada alasan untuk meninggalkanmu
Tidak, tidak memudar dan aku tak bisa untuk tidak mencintaimu
Meski kau telah menjadi kosong tak bersisa
Dan jika cintamu bersyarat, katakan saja? Apa?
Agar kau percaya bahwa bukan ambisi yang bicara
Oohh kini aku mengerti bahwa cinta tak sesederhana ini
Barangkali kita ada untuk saling meniadakan
Entah!! Bagiku eksistensimu lebih dari nyata
Juga keberadaanmu begitu absurd
Kita begitu mengerti namun saling membias
Kita juga saling mendukung namun tak saling menguatkan
Entahlah.....
Andai boleh, biar nalar liarku saja yang salah
Dan jika kau enggan untuk kucintai dengan cinta tanpa alasan
Aku mohon izinkan aku untuk mengingat setiap saat bersamamu
Agar ketika kau pergi aku tak pernah sendiri, kenangan itu jadi milikku
Aahhkk tapi tetap saja aku belum puas!!! Kau tak perlu menjawabnya tapi....
Mengapa kau ucapkan rindu jika hanya sembilu???
Mengapa kau katakan bahagia jika itu hanya hampa???
Mengapa kau sebutkan senang jika itu hanya bayang???
Atau mungkin kau sudah lupa dengan apa yang kau lantunkan???
Katakan saja aku sedang egois, menulis ini yang mungkin membuat mu menangis.
Tapi kau juga harus mengerti, karena aku sedang terbebani dalam diri ini menjadi-jadi
Menghujam rasa dalam – dalam, dalam sekali di kedalaman palung rasaku
Sungguh tekanan ini tak sanggup terkendali
Dan maaf cintaku, jika aku terlalu menghujat....

Pekanbaru, 26 februari 2012

----------------------------------------------
-----------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------ 

Ilistrasi Sajak Malam
Bimbang
Bimbang yang menggelegak dalam dada menggertak nyali
Risau lalu galau hingga parau
Menyiksa rasa tanpa luka menganga
Tanda tanya ini sampai larut menyusut
Lalu meringsut mendengar sungut murai diranting yang mati

Pekanbaru, januari 2012

***

Sajak Malam
Sepotong sajak malam mengantarmu diperaduan mimpi
Saat sunyi menjadi hening
Lelaplah engkau yang berkelambu doa dariku
Tuhan, pagi esok bangunkan iya dengan keceriaan

Pekanbaru, januari 2012 
 
----------------------------------------------
-----------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------ 
 

PULAU TAK BERLAMPU

Di pulau tak berlampu itu pertama aku menatap mata mu
Bertemankan serindit-serindit bergunjing dilaman rumah panggung itu
Diluas lumpur pantai motong kita berlari
Tak peduli dengan senepak bermasam muka
Saat dimana peluh bercucur bersama cintaku yang meluap
Malam pekat ini jangkrik yang punya
Malam di pulau yang tak berlampu
Malam dimana kau berhutang padaku
Hutang janji yang tak tertepati
Dan janji yang tak mampu ku tagih
Kencang waktu berputar di pulau tak berlampu ini
Hingga tak sadar engkau terlepas dariku
Negeri istana merampas khayalku akan mu
Ini bukan tentang jarak, waktu, itu aku tak peduli
Ini tentang kau kasih, tentang motong, tentang janji dan lumpur yang mengering
Dan kini dari pantai yang beda aku mengirimmu rindu
yang dicipta dari malam-malam gelap
dan warna-warna yang kupungut dari pucuk ombak yang berlompatan.

***

RAKYAT

Kami yang dinamai rakyat
Rakyat yang mengartikan jutaan kepala
Yang diperintah kekuasaan bagai keledai
Kata yang membentangkan jurang kasta dan dusta
Kata yang menjelaskan makna abdi dan priyayi
Disini kami memekik,
Kepada khafilah-khafilah tuli yang salah arah
Disini kami menangis,
Di negeri yang gersang akan kejujuran
Disini kami berteriak,
Di negeri yang hukum melotot untuk memilah
Disini kami memaki,
Dinegeri yang tak paham apa itu keadilan
Hai bumi pertiwi,
sudikah kau melihat mereka yang menebar kemunafikan?
Mereka yang penuh tipu muslihat?
Dan mereka yang tak mengerti arti dari rakyat, oleh rakyat dan  untuk rakyat?

Pekanbaru, januari 2012

***

BULAN KU TAK INDAH LAGI

Bulanku tak indah lagi
Dipekat malam tanpa kelip
Di bentengi mega-mega yang sarat
Kemanakah rasi-rasi yang merona itu lenyap?
Bulanku tak indah lagi
Awan dan air membentuk kongsi yang pasti
Membungkamkan gendang yang sedang ditabuh
Suluh-suluhpun sepakat tak menampakkan cahaya nya.

Pekanbaru, oktober 2011

***

HIRAU

aku meniti bulan purnama yang kian pudar
pelangi tujuh rupa samar akan pekatnya halimun
badai datang lebih cepat tahun ini
menghempaskan dirinya di bakau yang berlumut
angin barat kian berulah
mencabik jiwa yang tak beraga
jerit petir tak lagi ku hirau
oh sial kemana saja perginya waktu??
seperti lenyap ditelan rayap
dimana kisahku yang bergelimang madu
pesimis akan hadirnya nyanyian pantai
yang mendayu seantero pesisir hati tak berpenghuni
biar hilang bumi ini aku takl peduli
tetapkan hatiku mendayung sampan ditengah selat malaka
yang serupa jeritan hidup pilu penuh riak penderitaan
apakah laraku akan terbawa oleh hujan bulan desember ini??
tidakkah kau tahu kawan pucat pasi aku termenung
menjelang pagi yang kian tak pasti.

***

UNTUKMU YANG MEMINTA SAJAK CINTA DARIKU

Kalau rindu yang menjadi pilu ini kau sebut cinta
Maka aku telah erat dalam dekap nya
Kau beri jalan menuju keindahan sambil menebar duri
betapa lancipnya pucuk duri yang sehingga langkahku terkatung-katung
karena sulit, sakit, ngilu dan pilu itulah jalan cinta mu
dan hanya bersamamu aku ingin menuju inti dari segala cinta
jangan engkau ragu karena cintaku bagai batu yang paling cadas
jangan engkau bimbang karena cintaku bagai gulali yang paling manis
cinta yang menggumpal dihatiku seperti tak kenal waktu
terus merambat, menjalar ke bilik-bilik sunyi hatimu

tahukah kau makna bait-bait yang kucipta dari rindu sembilu
itu bukan sekedar tulisan yang mengantarmu di peraduan mimpi
juga bukan larik-larik liar tanpa makna yang hambar
ia hanyut mewakili kedalaman rinduku pada selirat senyummu
meski cintamu Tanpa bisa berlaku seperti ku
aku tetap mencinta karena tak ada cinta di atas cintamu
dalam dera
dalam jera
dalam lara
aku tetap mendamba mu.....

Pekanbaru, Januari 2012 

***

Selasa, 10 April 2012

Puisi Karya Shoimatun Nur Azizah (Sahabat SatuMataPena)

ilustrasi
Andai Aku Punya Sayap

Andaikan aku punya sayap
Pasti ku bisa
Pergi kemana saja
Ke tempat yang aku suka


Andaikan sayap bisa ku kepakkan
Pasti ku bisa
Mengelilingi alam semesta
Terbang jauh ke angkasa


Mungkin aku bisa terbang
Walau seperti daun yang berguguran
Tetapi aku bukanlah karang
Yang selalu terdiam


Terima kasih, ya Rabbi...
Telah memberiku kaki
Kaki kanan dan kaki kiri
Hingga aku bisa melangkah pergi

***
Oleh: Shoimatun Nur Azizah

Minggu, 08 April 2012

Celotehan Anis Ekowati (Sahabat SatuMataPena) 2

ilustrasi

Sabtu, 17 Maret 2012

Sekitar pukul dua aku sudah bangun. Memang sengaja alarm kupasang jam sekian. Berharap aku tidak terlambat karena terkadang kepalaku juga suka kembali ke bantal jika alarm sudah ku stop. Huh, payah ya aku :D
Aku mulai packing. Mengemasi beberapa barang yang kurasa penting untuk kubawa. Tak mau menunggu lagi, begitu semuanya sudah siap, langsung saja kulangkahkan kakiku keluar dari kost. Kulihat waktu menunjukkan pukul 3.18. Tepat. Apakah itu masih terlalu pagi?
Ya, aku menelusuri jalanan itu sendirian. Dalam pagi yang masih pagi –menurut pandanganku. Tapi mungkin bagi sebagian orang itu biasa saja. Saat aku berjalan, kulihat masih ada beberapa pemuda yang tengah asyik bermain game online di sebuah tempat yang menyediakan fasilitas bermain seperti itu. Beberapa tukang becak di pasar juga sudah  stand by. Juga ada beberapa pemuda yang berbincang di dekat sebuah musholla. So, tidak aneh kan, jika aku juga memulai aktivitasku sepagi itu. Itu biasa saja kan? Meskipun aku seorang perempuan.
Sampai di tempat. Setelah sebelumnya kunikmati pemandangan pagi di jalanan besar. Aku harus menunggu. Loket untuk tiket kelas ekonomi. Sekitar jam empat kurang pintu loket dibuka. Orang-orang berduyun-duyun mengantre. Tak terkecuali aku. Tiket sudah berhasil kudapat, aku masuk. Dan lagi, aku harus menunggu.
Beberapa menit kemudian datanglah dua orang teman satu jurusanku –saat semester pertama kami selalu satu kelas. Tapi kami berbeda jurusan dalam kereta. Tapi masih satu wilayah karesidenan. Kami terlibat percakapan  sebentar.
Ia sedikit tak percaya saat kubilang bahwa aku berjalan dari jam tiga seperempat. Ia saja tadi datang ke sini dengan teman lelaki. Ya, dua orang yang kumaksud tadi adalah seorang cewek dan cowok. Mungkin yang terlintas di benakmu sedari tadi adalah tentang risiko yang akan terjadi padaku. Suatu hal yang tidak-tidak. Suatu hal yang memang perlu diwaspadai. Tapi tenanglah, tak ada bahaya apapun yang kuhadapi. Selalu ada yang menjagaku, juga kau J
Sampai di rumah. Hal yang sama juga dilontarkan oleh kedua orang tuaku. Mereka mewanti-wantiku untuk tidak lagi melakukan hal itu. Mereka tentu takut akan terjadi sesuatu padaku. Hal yang tak diinginkan. Ya Pak, Bu, nasihatmu akan selalu kuingat.
Ah, mungkin di sini dulu ceritaku tentang ini.
Sebenarnya aku juga ingin tersenyum saat mengingat keberanianku yang semacam ini. Bayangkan lagi, seorang anak perempuan berusia 19 tahun berjalan sendirian sekitar pukul tiga malam. Bagaiman pendapatmu?


----------------------------------
Anis Ekowati, lahir di Kediri, 31 Mei 1992. Anak terakhir dari dua bersaudara -meskipun namanya mengandung kata eko (satu). Mulai tahun 2011 tercatat sebagai mahasiswi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya.

Senin, 02 April 2012

Puisi Karya Azizah Nur Fitriana (Sahabat SatuMataPena)


Tanah Air, Kau Darahku

ilustrasi


























dari tubuhku; sepercik darah mengalir
kematianpun menderas, sederas air gunung
menghamburkan segala debur jiwa
dalam duka!

menikahlah dengan kematian, bangsaku, sebab lukamu terlalu nganga,

 terngiang seluncur petuahmu, indonesiaku…
 kala kematian diamdiam meminangku
sungguhpun airmata telah menawan cekung bumimu,
namun masih sempat engkau bernasihat
kala jasadku dicumbu sebentuk bibir sekarat!

“bangsaku, sesungguhnya menikahi kematian dalam damai adalah kesempurnaan
maka bermusyawarahlah di pelaminan surgawi, lalu bercumbulah dengan malaikat
ketika jiwamu lindap dalam ketiadaan…”

sungguh; disedu penghabisan terakhir yang tercekat
lamat-lamat isyarat keikhlasanmu menghunus semacam maklumat
walau sebentang laut khilaf  telah kupahat, namun maafmu masih tertambat!
di dermaga ampunmu yang maha sangat!

ah, bumiku… sungguhpun besar alpaku
engkau tetaplah begitu berarti bagiku
sebab; jasamu seluas lautan di bumi
sebanyak pepasir yang terserak di tepi pantai
ya! bagiku, belai jemarimu mampu menggulung debur ombak cemasku!
dan sepatah katamu, mampu merapal kalut yang menyerpih dalam labirin kalbuku!

kini, saat maut meminangku perlahan
teringat segala kesalahanku yang sering mendustamu
berontak atas segala ucap petinggi di Bumimu, acuhkan nasihatmu,
abaikan perintahmu, menghancurkan segala isi bumimu!
Indonesiaku, maafkan aku…

Tuhan,  kuizinkan mautmu menghamili jiwa bangsaku, namun bahagiakan dia ,”
sebelum airmata jatuh, jiwa mereka telah mengekal di keabadian yang maha sunguh.

 Bumiku Indonesiaku, 30 maret 2012


 -------------------------------------
Azizah Nur Fitriana adalah mahasiswa universitas negeri medan jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dan sedang bergiat di komunitas tanpa nama.(KONTAN)
Fb : keep smile azizah
Blog : azizahnurfitriana_beranda kita ( anfaituazizahblogspot.com )

Minggu, 01 April 2012

Celotehan Anis Ekowati (Sahabat SatuMataPena)


Jum’at, 16 Maret 2012

ilustrasi
Kuliah selesai.  Aku langsung mengabarkan kepada temanku perihal eksekusi rancanaku untuk pergi ke toko buku. Memenuhi permintaan teman sekelasku saat SMA untuk mencarikan sebuah majalah berbahasa Inggris. Aku sebenarnya ingin merasakan nasi atau camilan apapun barang sesuap saja. Tenggorokanku juga belum terbasahi sedari pagi tadi. Aku selalu malas jika harus sarapan setiap kali akan berangkat untuk kuliah jam pertama. Jadi, kubiarkan saja raga ini bertahan. Tapi aku tahu, ragaku masih kuat untuk menopang tubuhku ini. Kaki dan tanganku juga masih sanggup kugerakkan. Aku masih kuat berjalan. Meski tak satu dua kali aku merasa mataku seolah ingin mengatup saat dosen mulai bercerita tentang banyak hal. Dan saat itu aku sama sekali tak memedulikan masalah perutku. Tak ada nyanyian yang kudengar darinya. Biasa saja. Dan aku tetap mengabaikannya.
Beberap sms telah kukirim dan juga mendapat balasan. Aku melangkah menuju kost temanku itu meski ia mengatakan sebentar dulu lantaran  belum siap. Dan aku tetap berjalan. Kutunggu dia di luar kostnya. Berselang sekitar sepuluh menit. Kami memakai kerudung dangan warna yang sama, merah. Tanpa banyak obrolan lagi segera kaki ini melangkah ke dalam angkot setelah beberapa menit masa penantian.
Sampai di tempat tujuan. Aku tahu kemana harus segera kubawa kakiku. Ruang berkode C. Di tempat itu adalah bagian untuk buku-buku sastra –novel, puisi, cerpen. Juga motivasi, humor, pengembangan diri, majalah –dan sebangsanya. Aku masih meneliti satu per satu buku yang terpajang di sana. Hingga akhirnya aku beranjak ke ruang E, bagian koleksi agama Islam. Jelas, aku juga terpana pada buku-buku yang terpajang di sana. Juga pada beberapa Kitab (baca: Al-Qur’an). Ya, ternyata masih banyak sekali pengetahuan dari kitabku yang belum kujamah.
Karena tak mau pulang dengan tangan kosong, aku putuskan untuk membeli sebuah buku keagamaan tentang kisah nabi Muhammad. Hanya itu saja. Temanku tidak membeli apapun. Sebelum berangkat ia sudah menyampaikan bahwa ia hanya akan menemaniku saja. Oh ya, kepulangan kami juga sempat tertunda lantaran hujan. Akibatnya, kami berlama-lama di sana. Memandangi buku-buku dengan sesekali membaca isinya. Yang membuat tertawa adalah buku-buku tentang humor, terlebih humor yang mirip dengan Andre Taulani. Sudah tahu kan, seperti apa guyonannya. Iya, rayuan gombal yang ujung-ujungnya pasti “tentang kamu”, “di hatimu...”, dll. Aku keluar dari ruangan lantai 2 itu sekitar pukul 12.30.
Aku sampai kost setelah sebelumnya kusempatkan diriku untuk membeli makanan. Makan pertamaku untuk hari itu. Begitu akan kuletakan tasku, aku terkejut. Sebuah bungkusan kertas coklat ada di atas tumpukan bukuku di meja mungilku. Kulihat tulisan yang tercantum di atasnya. Ya, akhirnya transaksiku berhasil. Aku sudah menerima barang dari uang yang kutransfer dua hari sebelumnya. Sebuah buku berisi kumpulan cerpen telah dikirim kepadaku dari Yogyakarta. Ah, senangnya. Langsung kubuka. Kuteliti. Kubaca beberapa judulnya, juga penulisnya. Hal ini membuatku meninggalkan buku yang baru saja kubeli untuk membacanya.
Saat itu, aku sudah memasuki minggu ketiga yang manahanku untuk bertahan di perantauan. Sudah waktunya kujumpai kampung halaman. Tak ada keperluan yang penting di sini. Seminggu yang lalu aku mengikuti ESQ, tak mungkin aku pulang. Minggu sebelumnya, aku baru saja sepekan di sini (baca: Surabaya). Jadi bulat sudah tekadku untuk pulang kampung. Salah satu alasan yang mendorongku untuk hal ini adalah.... Haruskah kutuliskan? (ups, ini disimpan dulu aja ya, it’s a secret :D. Kalau penasaran tanyakan saja langsung padaku J)

 ---------------------------------------

Anis Ekowati, lahir di Kediri, 31 Mei 1992. Anak terakhir dari dua bersaudara -meskipun namanya mengandung kata eko (satu). Mulai tahun 2011 tercatat sebagai mahasiswi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya.