Jum’at, 16 Maret 2012
ilustrasi |
Kuliah
selesai. Aku langsung mengabarkan kepada
temanku perihal eksekusi rancanaku untuk pergi ke toko buku. Memenuhi
permintaan teman sekelasku saat SMA untuk mencarikan sebuah majalah berbahasa
Inggris. Aku sebenarnya ingin merasakan nasi atau camilan apapun barang sesuap
saja. Tenggorokanku juga belum terbasahi sedari pagi tadi. Aku selalu malas
jika harus sarapan setiap kali akan berangkat untuk kuliah jam pertama. Jadi,
kubiarkan saja raga ini bertahan. Tapi aku tahu, ragaku masih kuat untuk
menopang tubuhku ini. Kaki dan tanganku juga masih sanggup kugerakkan. Aku
masih kuat berjalan. Meski tak satu dua kali aku merasa mataku seolah ingin
mengatup saat dosen mulai bercerita tentang banyak hal. Dan saat itu aku sama
sekali tak memedulikan masalah perutku. Tak ada nyanyian yang kudengar darinya.
Biasa saja. Dan aku tetap mengabaikannya.
Beberap sms
telah kukirim dan juga mendapat balasan. Aku melangkah menuju kost temanku itu
meski ia mengatakan sebentar dulu lantaran
belum siap. Dan aku tetap berjalan. Kutunggu dia di luar kostnya.
Berselang sekitar sepuluh menit. Kami memakai kerudung dangan warna yang sama,
merah. Tanpa banyak obrolan lagi segera kaki ini melangkah ke dalam angkot
setelah beberapa menit masa penantian.
Sampai di tempat
tujuan. Aku tahu kemana harus segera kubawa kakiku. Ruang berkode C. Di tempat
itu adalah bagian untuk buku-buku sastra –novel, puisi, cerpen. Juga motivasi,
humor, pengembangan diri, majalah –dan sebangsanya. Aku masih meneliti satu per
satu buku yang terpajang di sana. Hingga akhirnya aku beranjak ke ruang E,
bagian koleksi agama Islam. Jelas, aku juga terpana pada buku-buku yang
terpajang di sana. Juga pada beberapa Kitab (baca: Al-Qur’an). Ya, ternyata
masih banyak sekali pengetahuan dari kitabku yang belum kujamah.
Karena tak mau
pulang dengan tangan kosong, aku putuskan untuk membeli sebuah buku keagamaan
tentang kisah nabi Muhammad. Hanya itu saja. Temanku tidak membeli apapun.
Sebelum berangkat ia sudah menyampaikan bahwa ia hanya akan menemaniku saja. Oh
ya, kepulangan kami juga sempat tertunda lantaran hujan. Akibatnya, kami
berlama-lama di sana. Memandangi buku-buku dengan sesekali membaca isinya. Yang
membuat tertawa adalah buku-buku tentang humor, terlebih humor yang mirip dengan
Andre Taulani. Sudah tahu kan, seperti apa guyonannya. Iya, rayuan gombal yang
ujung-ujungnya pasti “tentang kamu”, “di hatimu...”, dll. Aku keluar dari
ruangan lantai 2 itu sekitar pukul 12.30.
Aku sampai kost
setelah sebelumnya kusempatkan diriku untuk membeli makanan. Makan pertamaku
untuk hari itu. Begitu akan kuletakan tasku, aku terkejut. Sebuah bungkusan
kertas coklat ada di atas tumpukan bukuku di meja mungilku. Kulihat tulisan
yang tercantum di atasnya. Ya, akhirnya transaksiku berhasil. Aku sudah
menerima barang dari uang yang kutransfer dua hari sebelumnya. Sebuah buku
berisi kumpulan cerpen telah dikirim kepadaku dari Yogyakarta. Ah, senangnya.
Langsung kubuka. Kuteliti. Kubaca beberapa judulnya, juga penulisnya. Hal ini
membuatku meninggalkan buku yang baru saja kubeli untuk membacanya.
Saat
itu, aku sudah memasuki minggu ketiga yang manahanku untuk bertahan di
perantauan. Sudah waktunya kujumpai kampung halaman. Tak ada keperluan yang
penting di sini. Seminggu yang lalu aku mengikuti ESQ, tak mungkin aku pulang.
Minggu sebelumnya, aku baru saja sepekan di sini (baca: Surabaya). Jadi bulat
sudah tekadku untuk pulang kampung. Salah satu alasan yang mendorongku untuk
hal ini adalah.... Haruskah kutuliskan? (ups, ini disimpan dulu aja ya, it’s
a secret :D. Kalau penasaran tanyakan saja langsung padaku J)---------------------------------------
Anis Ekowati,
lahir di Kediri, 31 Mei 1992. Anak terakhir dari dua bersaudara -meskipun
namanya mengandung kata eko (satu). Mulai tahun 2011 tercatat sebagai
mahasiswi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar