Selasa, 29 Mei 2012

Cerpen Karya Yoan Fa (Sahabat SatuMataPena)

ilustrasi
Rembulan di antara bintik hujan

Menjalani hidup apa adanya. Setidaknya inilah yang menjadi tujuan Arini sekarang. Pergi ngantor, menyiram tanaman di sore hari dan berbelanja. Tak ada yang istimewa namun semuanya harus menjadi istimewa agar kehidupan ini tidak selalu murung. Sehingga ia bisa melewati waktu sendirian lima tahun belakangan ini.
Semua tentu tak akan menyangka perceraian Arini. Dua tahun berumah tangga ternyata cukup sudah bagi Arini.  Tanpa ragu ia melayangkan gugatan cerainya ke pengadilan agama di kota ini. Singkat kata dalam tiga kali persidangan semua telah sah menjadi sebuah perceraian yang syah dan terdaftar di negara.
Arini dan Jon dianggap pasangan sempurna. Mereka terlihat kerap menyiram bunga di sore hari. Atau pergi weekend ke taman, makan di restoran atau pergi massage berdua. Pasangan ini amat romantis.
Lalu apa yang kurang lagi bagi Arini sehingga ia begitu mantap mengajukan gugatan? Hanya ia yang tahu pasti. Semua menyesalkan hal itu. Namun inilah pilihan yang tak akan disesali Arini.
Setahun pertama pernikahan memang terasa manis baginya. Sifat Jon yang pengertian membuat Arini semakin menyanjung suaminya. Lalu di tahun berikutnya mulailah muncul sifat asli Jon. Suka kasar dan main tangan kerap ia lakukan. Kecemburuan yang berlebihan pun sering menjadi alasan sebuah pertengkaran di rumah tangga mereka.
Arini adalah seorang  Public Relation (PR) di sebuah hotel yang cukup ternama. Sehari-hari ia bergaul dengan para karyawan maupun tamu hotel  yang mana sudah ia kenal sebagian. Tak jarang pejabat-pejabat yang menjadi tamu hotel itu terlihat akrab dengannya.
Inilah yang menjadi alasan bagi Jon untuk mensahkan perbuatannya memukul, menampar ataupun main kaki kepada istrinya. Memang setahun lebih kurang sejak menikah , Arini naik jabatan dari staf menjadi PR di hotel itu. Sepertinya Jon tak siap punya istri dengan jabatan yang cukup lumayan itu.
Tak jarang Jon menuduh Arini berbuat mesum dengan para pejabat –pejabat yang ada di hotel. Kecurigaannya sangat berlebihan. Padahal itu hanya acara formal makan siang saja. Itupun beramai-ramai di restoran hotel. Atau sesama karyawan hotel saja curiganya minta ampun. Pernah Jon menuduh Arini berselingkuh dengan salah satunya karena mereka cukup dekat. Yakni dengan Budi. Padahal Budi sendiri adalah pria beristri. Arini pun sudah kenal cukup lama dengan Budi, semenjak sekolah dulu. Jadi wajar mereka tidak kaku lagi.
Mendengar bisik-bisik di kantor soal perceraiannya Arini hanya bisa tersenyum. Walaupun itu sangat getir.  Hanya ia yang mungkin tahu soal perilaku kasar Jon. Dihadapan rekan-rekannya, Jon selalu terlihat manis. Menjemput istrinya pulang kerja menjadikan orang tak menaruh curiga akan biduk rumah tangga yang sudah tiris itu.
Mungkin saja Arini tidak puas dengan suami yang pekerjaannya lebih rendah. Atau mungkin saja Arini mandul. Sudah dua tahun kawin kok nggak punya anak. Menyakitkan dan amat pedas dirasakan oleh telinga yang mendengarnya. Namun Arini mencoba untuk tidak terpancing emosi  dengan semuanya.
Jangan takut menikah lagi. Gagal menikah bukan tak laku. Malahan itu menjadi pelajaran berharga buat kita dalam mengenali seorang pria. Setidaknya suara-suara yang seperti ini menjadi penyejuk hatinya kala masih trauma dengan perceraiannya.
Perceraian itu memang menyisakan luka. Orang-orang mencapnya sebagai orang yang gagal. Parahnya lagi predikat janda membuatnya kerap dicap sebagai wanita kesepian dan gatal sama lelaki. Terserah apapun kata orang. Yang penting Arini bukan wanita seperti itu.
Hatinya ibarat sudah kering bak padang pasir soal lelaki. Hambar dan tak ada rasa lagi. Padahal orang tuanya sudah menyarankan ia untuk menikah lagi. Namun rasa-rasa bekas tamparan ataupun pukulan itu masih terngiang-ngiang di benaknya. Takut .
Bukan berarti pula ia tak akan menikah lagi seumur hidup. Hidup mesti berlanjut. Walaupun belum ada yang kena di hatinya lagi. Tak berarti pula tak ada pria yang datang kepadanya. Arini yang terbilang cantik berwajah khas Indonesia dan kulit sawo matang. Terlebih lagi sebagai PR di hotel tentunya  penampilan harus menarik.
Entah berapa laki-laki yang datang padanya. Ada yang lajang. Bahkan seorang pria beristri pun datang kepadanya mengajukan diri untuk menjadi suaminya. Tanpa ragu.
“Terima kasih Pak Sarwo, anda sudah meluangkan waktu untuk bertemu saya. Namun saya minta maaf saya tidak bisa menerima lamaran bapak. Saya fikir saya tidak bisa menjadi istri ketiga bapak,” ujar Arini pada Sarwo yang sangat percaya diri itu. Sarwo adalah seorang pejabat pemerintah. Kalau tidak salah dia sudah beristri dua. Namun kabar-kabarnya lagi ia juga memiliki simpanan di salah satu apartemennya. Entah istrinya atau bukan , Arini tidak ingin tahu lebih banyak tentang pria yang umurnya sudah lebih setengah abad itu.
Arini masih lebih bahagia dengan kesendiriannya. Tanpa pukulan, tamparan dan makian. Itu sudah menjadi kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Meskipun harus menjanda. Toh, lama-lama gosip miring di kantor pun reda. Tak terbukti ia wanita kesepian yang bahkan bisa merebut suami orang.
Sebagai wanita karir ia melakukan segala sesuatunya sendiri. Tak tergantung orang lain. Dengan hasil keringatnya sendiri, sudah dua tahun pula ia memiliki sebuah mobil pribadi. Meskipun mobil bekas setidaknya bisa membantunya untuk pulang-pergi ke kantor lebih nyaman. Menghindari resiko berdesakan di bus ataupun kecopetan yang marak.
Hari ini Arini naik bus ke kantornya. Tidak biasanya. Mobil sedang diperbaiki di bengkel dan memakan waktu sekitar tiga hari. Jadi mau tak mau ia mesti naik bus. Berdesakan dengan sesama penumpang. Ia tak keberatan, toh dulunya setiap hari juga seperti itu.
Waktu menunjukkan pukul Sembilan malam. Pulang kantor agak telat. Maklum lagi banyak pekerjaan. Apalagi besok ada konfrensi pers. Jadi segala sesuatunya harus clear agar tidak mengecewakan tamu.
Bus kota pun mulai jarang. Sudah lima belas menit. Belum ada yang lewat. Jalanan sepi. Ditambah rinai hujan sejak magrib membuat orang semakin malas untuk berlalu lalang. Lebih senang mengurung diri di rumah.
Bertambah lama hujan itu bertambah deras. Belum juga ada bus yang lewat. Haltepun mulai basah oleh tempias air hujan yang menerpa bersama angin yang semakin kencang. Dari jauh terlihat sebuah bus yang melaju pelan. Mudah-mudahan ia mau berhenti.
Ternyata benar. Bus itupun berhenti di depan halte. Meski harus berbasah-basahan Arini mulai melangkahkan kaki. Daripada pulang kemalaman mending basah kuyup saja. Toh sesampai di rumah bisa ganti baju lagi.
Hujan itu tak menerpa ke kepalanya. Dilindungi sebuah tudung. Arini tersentak kaget. Ada seorang pria menawarkan jasa baik. Mantelnya cukup melindungi Arini dan pria itu agar kepala mereka tidak kebasahan saat menju pintu bus. Keadaan sedikit memaksanya untuk menerima jasa baik pria yang sedikit urakan itu untuk ukuran umurnya. Seperti sepasang kekasih yang kehujanan.
“Terima kasih,” ujar Arini setelah sampai di dalam bus. Ia tak mau duduk terlalu dekat dengan pria itu. Hanya sekadar waspada dan hati-hati. Pria itu pun mengangguk.
Setelah tiga lampu merah di persimpangan itu pria tadi menyuruh sang kernet berhenti. Arini sedikit lega karena ia lebih duluan berhenti. Jadi mudah-mudahan dia bukan orang jahat.
Tetapi pria itu malah mendekat padanya. Sembari memberikan mantel berwarna coklat miliknya tadi. “Ini bawalah untuk mu. Kamu kedinginan nanti bisa sakit,” katanya seraya berlalu pergi. Arini bisa melihat wajahnya dengan jelas. Sembari kaget yang dapat ia sembunyikan.
Pria tadi ternyata berambut pirang, dan matanya hijau. Bisa dipastikan ia orang asing. Namun bahasa Indonesianya cukup bagus terdengar. Ah, ini mungkin kebetulan saja ada orang yang berbaik hati padaku. 
Sepulang kerja besoknya Arini kembali ke halte bus itu pada pukul 9 malam lagi. Tapi ia tidak menunggu bus. Di baik kaca mobil ia mengintip siapa tahu pria asing kemarin menunggu bus lagi. Tapi ternyata tidak ada pria dengan tubuh tinggi berkulit putih itu di sana.
Arini mencoba merogoh saku jaket yang cukup panjang itu. Siapa tahu ada nomor telpon atau alamat dimana orang itu tinggal. Ternyata hasilnya nihil. Ia hanya menemukan sebuah kertas lirik lagu dalam bahasa asing. Sepertinya bahasa Perancis. Mungkin saja ia orang Perancis. Tapi tidak tahulah.
Sudah sebulan berlalu. Namun Arini tak pernah melihat pria asing yang urakan itu lagi. Mungkin saja dia sudah pulang kampung. Hanya turis yang kebetulan berbaik hati.
“Memangnya ada masalah apa, sampai dia ingin menemui PR hotel? Lagian apa hubungannya. Bukankah sudah ada Budi? ,” ujar Arini kepada salah seorang stafnya.
“Maaf bu, kami juga merasa tidak ada pelayanan yang salah. Namun tamu kita mengatakan ingin komplain,” ujar sang pegawai.
Biasa memang ada tamu yang banyak permintaan seperti itu. Tapi kenapa ia sampai harus turun tangan. Budi pun menggeleng ketika ia tanya.
“Tamu ini sudah tiga hari menginap. Permintaannya pun aneh-aneh. Sampai mengantarkan makanan pun mesti Pak Budi , Buk Arini,” tambah pegawai hotel tadi.
“Ya sudah, saya akan coba temui. Apa maunya tamu ini,” ujar Arini. Budi dan pegawai perempuan itu pun mengangguk.
“Semoga beruntung,” ujar Budi sambil tersenyum. Aneh. Teman lagi susah kok ngeledekin gitu. Bukannya membantu. Arini sedikit keki dengan tingkah teman sekolahnya itu.
Tamu hotel itupun mengetuk pintu ruangan Arini.
“Silakan masuk Pak,” ujar Arini berusaha tersenyum sambil bicara seramah mungkin.
Tamu itu pun membuka daun pintu dan senyum kepada sang PR hotel itu.
Arini sedikit kaget sambil meneruskan senyumnya.
“Oh iya, silakan duduk,” sapa Arini.
“Maaf, apakah anda bisa berbahasa Indonesia,? “ tanya Arini lagi.
“Ya, tentu saja,”
“Jaket anda masih saya simpan. Saya ingin mengembalikannya tapi tak pernah bertemu anda lagi di halte bus,” sebut Arini yang menebak-nebak apa yang akan dilakukan pria bertindik itu.
“Terima kasih, “ ujarnya senyum memamerkan gingsul yang membuat ia terlihat menarik di mata perempuan.
“Saya Patrick,” ujarnya seraya mengulurkan tangannya.
“Arini,” ucap Arini membalasnya.
“Maaf Mr.Patrick, apa ada pelayanan hotel yang kurang berkenan,?” katanya mencoba untuk tidak tergoda pria bule yang tampaknya sedikit mencoba merayu itu.
“Tentu tidak . Malah pelayanannya sangat baik. Saya senang dengan Pak Badi, dia teman yang baik,” Patrick sepertinya agak susah mengeja nama Budi.
Ternyata Budi sudah bersekongkol dengan pria ini.
“Badi bercerita banyak kepada saya,” jelas Patrick.
Tanpa ragu lagi Patrick mengeluarkan sebuah cincin dari saku jaket jeans yang sedikit kusam itu. Arini mengerti apa maksudnya sekarang.
“Jadi, anda menguntit saya,?”
“Ya , “ katanya.
Arini menjadi kaget. Bukan kepalang. Kali ini tak dapat ia sembunyikan lagi. Mukanya memerah. Entah kaget atau menahan malu.
“Saya tahu anda bekerja di hotel ini. Dari seragam yang kamu pakai ketika kita berjumpa di halte bus. Maka saya putuskan untuk mencarimu. Saya tertarik kepada kamu,” dengan bahasa Indonesianya yang terpatah-patah.
“Oh ya,?” dengan ekspresi yang sedikit datar. Bule ini mungkin penasaran dengan perempuan Indonesia yang ditemuinya. Tapi kenapa mengajak menikah segala. Dengan orang yang tidak dikenal. Apalagi bule ini cukup urakan. Arini menaksir usianya mungkin sudah tiga puluhan lebih. Tapi pakaiannya bergaya sedikit anak-anak. Celana jeans robek plus kaos ketat. Dibalut jaket jeans yang sepertinya brand terkenal tapi agak kusam karena kurang terawat.
“Saya pria tiga puluh enam tahun. Jadi apa saya terlihat seperti bercanda. I wanna marry you, Arini,” bule itu tak menunggu jawaban Arini yang sedikit bingung.
Memang betul itu bukan usia untuk mencoba berkencan romantis lagi, namun menjalin hubungan yang malahan harus serius. Tapi tentu saja Arini tak kenal siapa orang di depannya ini dan apa latar belakangnya. Apakah seorang yang benar-benar baik.
“I know, u don’t know me. And I understand. Saya seorang musisi. Senang menciptakan lagu. Ke Indonesia untuk jalan-jalan,” ujarnya dengan logat Perancis yang kental. Sepertinya ia dapat menebak isi hati Arini.
“Kamu tak harus jawab sekarang. Tapi saya serius. Permisa Miss Arini,” ujar Patrick lagi seraya menutup pintu.
Sambil terdiam. Arini mengunci pintu ruang kantornya. Aneh saja menurutnya. Pria ini sedikit nekat. Akh tapi kenapa mengajak menikah segala. Pertanyaan itu menyusup dan menancap di dalam benak Arini.
Seperti biasanya sepulang kantor Arini membawa beberapa barang berupa buku dan entah apa lagi dari ruang kantornya. Sambil berjalan keluar kantor ia memastikan letak kunci mobilnya.
“Ini saat yang tepat bukan?” Patrick mengambil tumpukan buku-buku yang dibawa Arini yang memang terlihat keberatan memegangi buku-buku yang cukup banyak itu. Tamu hotel di kamar 394 itu tampak mencoba menawarkan bantuannya.
“Ya, anda datang pada saat yang tepat. Saya akan ambilkan mantel anda.Masih saya simpan di dalam mobil ujar Arini.
“Terima Kasih Arini. Bagaimana kalau kita makan sate ayam. Udaranya cukup dingin. Pasti sangat menyenangkan,” Patrick mencoba mengajak Arini makan malam.
“Okey, tapi kamu yang menyetir,” Arini mengulurkan kunci mobilnya.
“Baiklah akan saya coba. Karena saya belum terbiasa dengan setir kanan,” ujarnya.
Patrick cukup sopan. Tak sesemrawut penampilannya yang lebih cendrung urakan itu. Sate ayam adalah makanan Indonesia favoritnya. Sudah 3 bulan ia belajar bahasa Indonesia. Terbilang bagus walau masih terpatah-patah. Jika dia sudah bingung ia akan bercakap dalam bahasa Inggris dengan logat ala Perancisnya yang agak sengau.
“Arini saya sangat menyukaimu. Saya tidak peduli siapa kamu. Apakah kamu pernah menikah itu bukan menjadi soal bagiku. Yang kutahu kamu adalah wanita yang sangat baik. Aku yakin kamu bisa menjadi pendampingmu sampai akhir hidup,” ujar Patrick seraya keluar dari Sate Ayam Mas Retno.
Arini tak menjawab apa-apa. Serasa ini sebuah imajinasi. Bertemu pria asing yang bahkan tak ia kenal sama sekali. Namun Patrick cukup gentleman. Bisa menerima Arini sebagaimana adanya. Ia tertegun, merasa tersanjung layaknya seorang wanita namun ia juga bingung.
“Sekarang musim hujan. Berlindunglah dengan jaket ini,” Patrick kembali mengulurkan jaket berwarna coklat itu ke atas kepala Arini yang lebih pendek sekitar tigapuluh centimeter dari dirinya itu. Ia sendiri membiarkan kepalanya kebasahan rintik hujan.
Parkiran itu masih di seberang jalan. Maklumlah sate ayam cukup rame peminatnya meskipun hanya sate kaki lima.
Arini masih menyimpang lebih dari seribu pertanyaan. Tapi ia sangat sadar sekali. “Tuhan inikah rencanamu selanjutnya. Apakah kau datangkan rembulan di antara bintik hujan,?” gumam Arini dalam hati.

Yoan Fa
Penghujung Mei 2012,
Apapun cerita hidup kita bukanlah suatu alasan buat bersedih

Senin, 28 Mei 2012

Dokumentasi KPMI KOSAKATA per 28 Mei 2012


ilustrasi

Wan Aditya Fadli
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)



Ini kutulis saat senja yang mulai di lahap malam:

Aku tak ingin mencintaimu seperti angin
Yang datang dengan hembusan lalu pergi entah kmana

Aku tak ingin mencintaimu seperti laut
Kadang ia pasang dan kadang ia surut

Aku juga tak ingin mencintaimu seperti sungai
kadang ia deras dan terkadang ia tenang

Tapi aku ingin mencintaimu seperti udara yang setiap saat bisa kau hela.

Perawang, mei 2012
***


tidak perlu lintingan ganja untuk membuatmu mabuk kepayang
tapi cukup hanya dengan sedikit cinta yang membuat detakmu memburu
maka tidak hanya mabuk, bahkan kau akan mengawang diatas senang
***

muntahkan saja senyum yang kau kulum itu dik
telah habis sajak untuk merayumu
apakah kau enggan dirayu dengan sastra?
atau tingkat bahasaku tak meresapi jiwa?
***

pengakuan

maaf !!!
benar adanya aku mencintaimu
tapi aku juga tak bisa berdusta
bahwa aku sedang merindukan sosok lainnya
bahkan rindunya telah melilit jantungku
semampuku telah kutepis ia yang bisa membuat kau dan aku pecah kongsi percintaan
dan, lekas ajari aku cara menghapusnya

***


Tulus Aleksander
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

akulah dermaga tempat merapat sepi
dari perjalanan panjang
mengarungi keluasan samudra kegelapan

di sini tempat sepi menghibur diri
hingga masa pelayaran kembali
***


Azizah Nur Fitriana
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

PELANGI . akankah kita bersenandung lagi ?
aku ingin mendengar ALUNAN NADA indah untuk kali ketiga
yang dengan KATA manja pun tumpahan tinta PENAmu
aku tak pernah bosan mendengar celoteh LINCAH atas senandungmu : PELANGI.
ku persembahkan senandung KATA untukku ; mu ; dia ; mereka : SAHABAT MUSAFIR PENA.
***

mendengar perkataanmu kanda
hatiku tersenyum bahagia
seolah air surga menyirami
dan aku begitu merasakan
rengkuhan manja darimu : kanda
***

kucing mengeong di pertengahan malam
anjing menyahuti dengan gong-gongannya
kasihan si kucing betina
di perebutkan dua ekor kucing jantan
alhasil jantan berkelahi sejadinya.
***

Siti Nur Aisyah
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Birdiri sendiri di antara gedung yang menjulang tinggi maka kita akan merasakan kebesaran Nya,,
jauh langit yang menjulang tinggi,,
langgit,,,, sampaikan do'a setiap doa q yang q haturkan tiap sujud2 sunyi,,,,,, q...
Mencoba mencari ketenangan hati,,,,
***

Nia Nurul Syahara
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

KATA

beberapa huruf terangkai
berupa simbol
sebuah nama lain
mengandung makna
menyiratkan arti
katakanlah katakata
kau akan tau katakata
berpikirlah tentang katakata
maka kau bisa mengerti katakata.
***


NB: Tulisan-tulisan Delvi Adri, bisa langsung dibaca di Ruang Sastra



Kamis, 17 Mei 2012

Dokumentasi KPMI KOSAKATA per 17 Mei 2012

ilustrasi

Azizah Nur Fitriana
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Hening mengaduk memoar getir dan kerinduan
dalam guyuran hujan membasahi tubuhku
dan aku tak mampu membendung rinduku
untukmu
***

ini malam kecemburuanku kembali meluap
setelah melihat apa yang diraih olehnya : teman sekelasku
ia berhasil memukau juri hanya dengan kata-kata
ahh, aku cemburu melihatmu : teman
***

ingin sepertimu : penulis bersahaja dengan kata-kata
***

Kubaca antologi sajakmu
Kuperhatikan puisi demi puisi
Kuamati kata pun diksi
Kupahami makna juga inti
Ohh, ternyata rindu
Yang menjadi titikpusat
Serumpun sajakmu
***

Tumpukan Rindu

Masih ada dan selalu
Tumpukan rinduku
Di seantero hatiku ;
Ini hanya untukmu
Kebencian tak merobohkan
Tumpukan rindu kita

aku rindu kepada mereka yang jauh di sana,
inginku menatap pun berjabat tangan dengannya
ahh, rindu ini menggelegar di seantero hatiku
***


Wan Aditya Fadli
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

ocehan mereka,
terlalu sering lekuk indahmu dijamah
tapi ucapku,
yang inginku jamah adalah hatimu, rindumu!!!
***

bagiku
:angin menderukan rindu
bagimu
:hanya hembusan pilu
***

kita cuma sebentar saja bercinta diatas kertas
bercumbu dalam desah romansa musim semi
lalu melangkah di malam yang hitam
hingga kita lenyap dalam pekatnya
hilang tanpa cahaya
***

aku adalah tetes luka di sudut matamu
dan kau seka aku lewat lembut jemarimu
***

selalu saja senja memojokkan aku
lantas, memaki bagai banci
aku tak mampu mengangkat dagu
tak mampu menentang lantang
dan kubiarkan saja ia dilahap malam
***




Moon Theera
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

dan malam meriak di pelupuk matamu
ketika kulelehkan bibir di pangkal hitam tubuhmu
ah... kau pawang setubuh baraku hingga ke awang
aku kesiap.. kau tetap malam yang kelam
***


Tulus Aleksander
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

aku berdiri alif di tengah kegelapan malam
menatap rembulan yang seakan begitu dekat
kulambaikan tangan, tetapi angin dalam genggaman
tak putus asaku, kutopang kakiku dengan kersi
dan kursi hanya diam membisu menyaksikan kebodohanku
***

Jumat, 11 Mei 2012

Beberapa Puisi Mini Karya Yogi S. Memeth (Sahabat SatuMataPena)

Ilustrasi

RAMADAN

Ramadan bertandang
diwajah keseribu
ia kehilangan bentuk
wah

Lombok Timur 2012


SAJAK SEORANG PENDOSA

Asslamu’alaikum Warahmatullah
Wabarokatuh


Lombok timur 2012


AIRMATA API

Sepuluh bocah terdampar
dan menggantung matahari diwajahnya
mereka telah lama matian
dalam wajah yang mereka kenal
airmata telah menjadi api

Lombok timur 2012


----------------------------------------------
Yogi s. Memeth adalah nama pena dari Muh. Yudi Sofyan, S.Pd lahir di Pancor Lombok Timur Desember 1981,  sejumlah puisi terbit di Bali Post, Buletin Jejak, Jurnal Seni Online Kuflet.com, Metro Riau, Sumut Post. puisi islami terbaik lotim (2003), Peserta TSN (Temu Sastrawan Nusantara) 1 di Padang 2012, tergabung dalam penulis puisi “aku dan pelacur” (antologi 100 penyair indonesia) 2012, beberapa puisi tergabung dalam antologi bersama komunitas rabu langit “kepompong api” (2012) (dalam proses penerbitan). Menyelesaikan pendidikan S1 di STKIP, semasa kuliah aktif dalam kegiatan Teater Bening, di tahun 2005 menjadi harapan 2 festival monolog provinsi, wakili Lombok Timur Temu Teater Kawasan Timur Indonesia (KATIMURI) (2002)  wakili Lombok Timur Pentas keliling 8 kota di Indonesia (2008). Sekarang penulis aktif di Komunitas Rabu Langit Lombok Timur dalam Buletin sastra KAPASS dan menyibukkan diri membangun Halte Sastra bersama Komunitas Rabu Langit Lombok Timur, Guru Tidak Tetap di SMAN 1 Sikur dan SMP 2 Pringgasela, pelatih teater di SMAN 1 Suela.

Email                           : yogismemeth@yahoo.com
Facebook                   : yogi’s memeth
Blog                            : http://teatertunggal.blogspot.com dan http://teatertunggal.wordpress.com/





Kamis, 10 Mei 2012

Dokumentasi KPMI KOSAKATA per 10 Mei 2012

Ilustrasi
Wan Aditya Fadli
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

kuntum rinduku sudah lama mekar
namun tak juga kau petik
mungkinkah ada rindu lainnya yang telah kau petik?
 ***

Menghela rindu bersama kepulan asap yang memutih
Dalam debar rentak sang hening
Kutuk saja hal yang mencibir dari bibir-bibir pelantun dosa
Enyahkan saja dusta dari mereka yang setengah gila
Hingga berdua kita ciptakan teater kita sendiri
***


rasanya...
terlalu jahat buatku, bahkan untuk sekedar menyentuh pipinya yang merona.
***

kini kenangan itu benar-benar tergenang
dan perlahan aku karam dalam rindu yang begitu ayu
***

disaat sedihmu bertamu
maka, aku adalah sosok nyata
yang setia temani air matamu.
***


Dari lumpur dan kunang-kunang malam
kau unggah kembali cerita yang hampir hanyut digulung ombak
Tapi, aku tau Masa tak pandai buang kisah, hanya lewat bersama harapan
dan gelap itu, sudah berubah jadi terang
dengan harap ini tak sekedar ambisi,
tapi kata hati yang berisi cerita kau dan aku semalam.
***


Azizah Nur Fitriana
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Terdengar lantunan ayat suci ; mu ibuku
Meninabobok kan ku hingga terlelap
Dalam mimpi tentang kita
Terhampar sajadah keimanan
Yang membawa arah ke taqwaan
Mengalunkan nada al-qur’an
Sehingga terlena dalam
Mimpi menuju ke surga

***


Tulus Aleksander
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

tegak bagai tonggak
menghujam dalam kedalaman bumi

tergak alif
serupa pasak digunung-gunung sahara
yang menatap langit mengharapkan rembulan
rebah dalam pelukan
***

aku serupa debu di atas bebatuan kerontang
saat malam mulai menjemput rembulan
hanya merdu desauan angin yang menemaniku
dan sesekali menggodaku, mempermainkanku dalam dekapannya
***


TAK KUSANGKA
bergulung sudah benang kuulur
hingga asa hilang ditelan ketinggian
aku pun tak sanggup melihat apa yang terjadi di atas sana
seiring hilang tarian asaku di balik awan

yang ku tahu hanya terus menyambung ulur benang di tangan
semakin jauh asaku mengawang

tak pernah terlintas dalam pikiran
badai datang menerpa seketika
hingga memutus benang asaku

kini.....
hanya tinggal aku duduk tertunduk
memegangi benang yang tak lagi bertuan
***

berjuta pandang mata membidikku
dan melesat membentur wajahku
hingga aku tertunduk
mengukir tanda tanya sebesar kepala
***



Shoimatun Nur Azizah
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

aq tak mau lagi..
kau sakiti..
maka sebab ini..
aku akan pergi..
dan mgkin tak kmbali..

krn aq pergi..
tuk mencari..
asaku ..
mimpi2ku..

yg di sini..
kau buat asaku semu..
di sini ..
kau buat mimpiku palsu
***

Selasa, 08 Mei 2012

Beberapa Puisi Mini Karya Azizah Nur Fitriana (Sahabat SatuMataPena)

ilustrasi
Lantunan ayat suci

Terdengar lantunan ayat suci ; mu ibuku
Meninabobok kan ku hingga terlelap
Dalam mimpi tentang kita
Terhampar sajadah keimanan
Yang membawa arah ke taqwaan
Mengalunkan nada al-qur’an
Sehingga terlena dalam
Mimpi menuju ke surga
***

Bergalau Ria

Ya ! anda benar
Ini malam saya sedang
Bergalau ria ;
Bersama tugas yang ada
Anda juga bukan ?
***

Komponen Kata

Dengan cara mengaitkan
Komponen kata
Hingga membentuk
Aliran rasa yang mungkin
Membuat kita terluka
Ataupun bahagia
***

Aliran Rasa

Itu semua hanya
Kecemasan ; kekhawatiran
Yang sedang melanda
Hati pun jiwamu
Tenangkanlah hatimu
Ini malam
Yakinlah aku tak akan
Memutuskan aliran rasa
Antara kita

Sketsa Kontan, 3 Mei 2012

Azizah Nur Fitriana adalah mahasiswa FBS Universitas Negeri Medan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan saat ini bergiat dalam Komunitas Tanpa Nama ( KONTAN)


Selasa, 01 Mei 2012

Dokumentasi KPMI KOSAKATA per 1 Mei 2012

Wan Aditya Fadli
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Betapa saat ini bagaikan sebuah panggung boneka
dimana aku sedang menjadi seorang pemeran utama
dan sedang dikagumi hingga dicaci maki oleh berbagai macam perasaan para penonton nya.

-[metamorfosis] kisah dua kamar-
***

perlahan renyah suara tawamu ditelan lagi oleh keheningan...
dan tak lagi kudengar, kini hanya sunyi yang menguasai.....
***

Malam berlalu bening embun menggumpal mimpi
Sementara detak jantungku menggemakan rindu ditiap jam berdenting.
***

aku tak merisaukan petang ini hujan
sebab lengkung senyummu hangatkanku
aku tak gaduhkan rintik menitik sampai pagi
sebab kamu bersamaku di satu payung
***
dengan menghisap bahaya;

kuabadikan kisah kita kawan
kisah kita yang tersayat mimpi
tentang kita yang memaki sunyi
itulah kita, akrab dengan kekonyolan yang amat nyata!!!
***

kepada senja kutitipkan segala asa
kupinjam jingganya sekedar mendempul luka....
***

malam runtuh dengan Jutaan tetes beterbangan
seperti tangis terbebas dari kesedihan
bertemankan kepulan nikotin dan kentalnya kafein
ingin kutulis puisi terbaik untuk menyanjungmu
namun ada kata yang pantas untuk memujamu selain:
aku cinta kau dengan sepenuh damba.
***

tiupan resahmu gigilkan aku dalam isak yang semakin menyesak
mendesahku dalam merindu hingga syahdu
***

Teruntukmu tengku fera al-shahab;

Aku dapat memahami jemu mu
Karena aku tak dapat menghadirkan temu
Hanya sepotong rindu pada jemu yang ku tunggu
Dan bila tiba waktunya
Aku ingin berbisik padamu
tentang warna jingga yang menghiasi senja
tentang embun-embun yang telah hilang ketia pagi menyapa
tentang aku yang paling sepi
lebih sepi dari puisi yang paling sepi
namun semakin aku rindu
semakin aku terinspirasi lalu menjadi puisi
disini, masih dengan sajak rindu yang paling rindu

Pekanbaru-Dumai, Januari 2012
***

Bagiku eksistensimu lebih dari nyata
Juga keberadaanmu begitu absurd
Kita begitu mengerti namun saling membias
Kita juga saling mendukung namun tak saling menguatkan
kau tau mengapa?
karena kau bersekutu dengan ragu!!!
***

melalui layar beku
menikmati sesabit lengkung senyummu
itu saja cukup membuatku tersipu
***




Shoimatun Nur Azizah
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

aku masih bisa sarapan..
meski semalam aku tak pulang..

di sini aku belajar mandiri..
masak sendiri..
bersih2 sendiri..
jika pulang nanti..

percalah, ..
wahai penghuni rumah..
inilah anak emasmu..
yang telah dewasa..
yg punya asa..
asa tuk buatmu bahagia..
***

dirimu hanyalah impianku saat ini
maka jgn buatku berharap lagi

krn kau punya segalanya
segala yang tidak aku punya
***


Azizah Nur Fitriana
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Aku kembali pada hening
saat suara guntur menggelegar
Pada malam aku menyelam
Pun tenggelam pada sejuta ketakutan
Lalu aku ingin berkata kembali
Tentang langit yang hitam
Dan kini aku terdiam
Dalam sajak yang bisu***

Ketegaran seorang anak

Ketegaran seorang anak
Tak terkatakan lagi
Di saat ia harus memilih
Antara cinta pun orang tua
Satu sisi aku tak rela
Sisi lain ini amanah
Aku tak ingin jadi
Anak durhaka
Ku indahkan perkataan
Mereka yang memintaku
Menikahi kematian
Karena kemiskinan
***

terlalu berharap akan sesuatu...
yang ada hanya kekecewaan
jika harapan itu belum nyata adanya
***

ini malam bumi menangis kembali
bersebab apa aku tada ketahui
yang kutahu hatiku
tiada menangis malam ini
pun barangkali bumi
sekedar berbagi kisah sedih
***

dari senja hingga senja lagi
kau masih menggumam di sana ...
entahlah !!!
***


Fiky Twonando
 (Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

sedalam dalam sajak...
takkan mampu menampung air mata bangsa,
***


Avet Batangparana
 (Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

KERINDUAN

Rinai hujan
Pertengas kerinduan
Pekat menikam
Merajah hitam

Oh, ranjang malam
Kita telah mengagumi bayangan

***

 
Erma Rayen
 (Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

Bagaimana ini
ice creamnya hampir habis meLeLeh
sedang kau beLum seLesai mengajariku tentang kesabaran
***


Tulus Aleksander
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)

dengan menghisap bahaya;

kuabadikan kisah kita kawan
kisah kita yang tersayat mimpi
tentang kita yang memaki sunyi
itulah kita, akrab dengan kekonyolan yang amat nyata!!!
***

sungguh sulit kurasa
menangkap makna goresan kata
yang terukir pada bongkahan hatimu

sekilas pandang serupa sepi
tapi juga serupa nyeri

kini berubah menjadi mata-mata pisau
yang siap menikam kan risau
dalam kesunyian
***

ku melangkah menapaki setiap jengkal permukaan bumi
mencari tulang rusukku yang hilang
kemana lagi kuharus melangkah
ringkih tubuhku tanpa yang kehilangan engkau tulang rusukku
***

sebernya ingin kutuliskan rinduku kepadamu pada lembaran angin malam
tapi sayang angin tak tahu jalan menuju lembah hatimu
***



Chardie Boedax'zMelayoe
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)


Hampir seabad luka itu mengasap di jemari merah api tak padam..
Untuk mu rindu
aku sulam menjdi alunan lagu yg merdu..
***


Siti Nur Aisyah
(Klik DISINI untuk luncur ke Facebooknya)


ketika air mata itu terberai
kemana hendak mengadu????
mengeluh dengan hati yang menyesakan
tanpa arti tanpa hasil,,,
***

NB:
Untuk coretannya Delvi Adri, barangkali sudah didokumentasikan sendiri di Ruang Sastra-nya :D